Rabu, 06 November 2013

TEORI KEBENARAN





Kebenaran dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu kebenaran epistemologis, kebenaran ontologis dan kebenaran semantis. Kebenaran epistemologis adalah kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia. Kebenaran ontologis adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada hakikat segala sesuatu yang ada atau diadakan.  Sedangkan kebenaran semantis adalah kebenaran yang terdapat serta melekat dalam tutur kata dan bahasa. Adapun teori-teori kebenaran menurut filsafat adalah sebagai berikut :
A.           Teori Korespondensi
Teori Korespondensi (The Correspondence Theory of Thruth) adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang dituju pernyataan tersebut. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta. Kebenaran ini seutuhya berpangkal dari keadaan/kenyataan alam yang ada yang dapat dibuktikan secara inderawi oleh responden.
Teori kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang paling awal, sehingga dapat digolongkan ke dalam teori kebenaran tradisional karena sejak awal (sebelum abad Modern) mensyaratkan kebenaran pengetahuan harus sesuai dengan kenyataan yang diketahuinya. Hal ini dapat diartikan bahwa teori yang diterapkan atau dikemukakan tidak boleh bersimpangan/bersebrangan dengan kenyataan yang menjadi objek.
Dalam teori kebenaran korespondensi tidak berlaku pada objek/bidang non-empiris atau objek yang tidak dapat diinderai. Kebenaran dalam ilmu adalah kebenaran yang sifatnya objektif, ia harus didukung oleh fakta-fakta yang berupa kenyataan dalam pembentukan objektivanya. Kebenaran yang benar-benar lepas dari kenyataan subjek.
Dalam teori ini terdapat tiga kesukaran dalam menentukan kebenaran yang disebabkan karena :
a.       Teori korespondensi memberikan gambaran yang menyesatkan dan yang terlalu sederhana mengenai bagaimana kita menentukan suatu kebenaran atau kekeliruan dari suatu pernyataan. Bahkan seseorang dapat menolak pernyataan sebagai sesuatu yang benar didasarkan dari suatu latar belakang kepercayaannya masing-masing.
b.      Teori korespondensi bekerja dengan idea, “bahwa dalam mengukur suatu kebenaran kita harus melihat setiap pernyataan satu-per-satu, apakah pernyataan tersebut berhubungan dengan realitasnya atau tidak.” Lalu bagaimana jika kita tidak mengetahui realitasnya? Bagaimanapun hal itu sulit untuk dilakukan.
c.       Kelemahan teori kebenaran korespondensi ialah munculnya kekhilafan karena kurang cermatnya penginderaan, atau indera tidak normal lagi sehingga apa yang dijadikan sebagai sebuah kebenaran tidak sesuai dengan apa yang ada di alam.
Teori ini juga dapat diartikan, bahwa kebenaran itu adalah kesesuaian dengan fakta, keselarasan dengan realitas, dan keserasian dengan situasi aktual. Sebagai contoh, jika seorang menyatakan bahwa "Kuala lumpur adalah Ibu Kota Negara Malaysia", pernyataan itu benar karena pernyataan tersebut berkoresponden , memang menjadi Ibu Kota Negara Malaysia. Sekiranya ada orang yang menyatakan bahwa "Ibu Kota Malaysia adalah Kelantan", maka pernyataan itu tidak benar, karena objeknya tidak berkoresponden dengan pernyataan tersebut, Orang Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, dan sebagian besar mahasiswa pendidikan fisika kelas B adalah perempuan.
B.     Teori Kebenaran Koherensi
Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Artinya pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten dengan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren menurut logika. Salah satu kesulitan dan sekaligus keberatan atas teori ini adalah bahwa karena kebenaran suatu pernyataan didasarkan pada kaitan atau kesesuaiannya dengan pernyataan lain, timbul pertanyaan bagaimana dengan kebenaran pernyataan tadi? Jawabannya, kebenarannya ditentukan berdasarkan fakta apakah pernyataan tersebut sesuai dan sejalan dengan pernyataan yang lain. Hal ini akan berlangsung terus sehingga akan terjadi gerak mundur tanpa henti (infinite regress) atau akan terjadi gerak putar tanpa henti.
Karena itu, kendati tidak bisa dibantah bahwa teori kebenaran sebagai keteguhan ini penting, dalam kenyataan perlu digabungkan dengan teori kebenaran sebagai kesesuaian dengan realitas. Dalam situasi tertentu kita tidak selalu perlu mengecek apakah suatu pernyataan adalah benar, dengan merujuknya pada realitas. Kita cukup mengandaikannya sebagai benar secara apriori, tetapi, dalam situasi lainnya, kita tetap perlu merujuk pada realitas untuk bisa menguji kebenaran pernyataan tersebut.
Kelompok idealis, seperti Plato juga filosof-filosof modern seperti Hegel, Bradley dan Royce memperluas prinsip koherensi sehingga meliputi dunia; dengan begitu maka tiap-tiap pertimbangan yang benar dan tiap-tiap sistem kebenaran yang parsial bersifat terus menerus dengan keseluruhan realitas dan memperolah arti dari keseluruhan tersebut. Meskipun demikian perlu lebih dinyatakan dengan referensi kepada konsistensi faktual, yakni persetujuan antara suatu perkembangan dan suatu situasi lingkungan tertentu.
Rumusan kebenaran adalah turth is a sistematis coherence dan truth is consistency. Jika A = B dan B = C maka A = C.
Logika matematik yang deduktif memakai teori kebenaran koherensi ini. Logika ini menjelaskan bahwa kesimpulan akan benar, jika premis-premis yang digunakan juga benar. Teori ini digunakan oleh aliran metafisikus rasional dan idealis. Contoh dari teori ini adalah :
Premis 1 : “Bilangan genap adalah bilangan yang habis dibagi 2”
Premis 2 : “4 habis dibagi 2”
Kesimpulan : “4 adalah bilangan genap”
Teori ini sudah ada sejak Pra Socrates, kemudian dikembangan oleh Benedictus Spinoza dan George Hegel. Suatu teori dianggapbenar apabila telah dibuktikan (klasifikasi) benar dan tahan uji. Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru yagn benar atau dengan teori lama yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya.
Contohnya, bila kita beranggapan bahwa semua manusia akan mati adalah pernyataan yang selama ini memang benar adanya. Jika Ahmad adalah manusia, maka pernyataan bahwa Ahmad pasti akan mati, merupakan pernyataan yang benar pula. Sebab pernyataan yang kedua konsisten dengan pernyataan yang pertama.
C.     Teori Kebenaran Pragmatis
Pragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal para pendidik sebagai metode project atau metode problem solving dalam pengajaran. Mereka akan benar hanya jika mereka berguna dan mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengembalikan pribadi manusia di dalam keseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.
Dalam dunia pendidikan, suatu teori akan benar jika ia membuat segala sesutu menjadi lebih jelas dan mampu mengembalikan kontinuitas pengajaran, jika tidak, teori ini salah. Jika teori itu praktis, mampu memecahkan problem secara tepat barulah teori itu benar. Yang dapat secara efektif memecahkan masalah itulah teori yang benar (kebenaran).
Teori pragmatisme (the pragmatic theory of truth) menganggap suatu pernyataan, teori atau dalil itu memliki kebenaran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia (Musrida, 2010). Salah satu contoh teori ini dalam matematika adalah pada trigonometri pengukuran sudut berguna untuk menentukan arah, kemiringan bidang atau mendesain dan membuat suatu bangun ruang. Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenarannya dengan kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability) dan akibat yang memuaskan (satisfactor consequence). Oleh karena itu, tidak ada kebenaran yang mutlak/ tetap, kebenarannya tergantung pada manfaat dan akibatnya. Akibat/ hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis adalah :
1. Sesuai dengan keinginan dan tujuan
2. Sesuai dengan teruji dengan suatu eksperimen
3. Ikut membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis (ada)
Teori ini merupakan sumbangan paling nyata dari pada filsuf Amerika tokohnya adalah Charles S. Pierce (1914-1939) dan diikuti oleh Wiliam James dan John Dewey (1852-1859). Wiliam James misalnya menekankan bahwa suatu ide itu benar terletak pada konsekuensi, pada hasil tindakan yang dilakukan. Bagi Dewey konsekuensi tidaklah terletak di dalam ide itu sendiri, malainkan dalam hubungan ide dengan konsekuensinya setelah dilakukan. Teory Dewey bukanlah mengerti obyek secara langsung (teori korepondensi) atau cara tak langsung melalui kesan-kesan dari pada realita (teori konsistensi). Melainkan mengerti segala sesuatu melalui praktek di dalam problem solving.
White (1978) dalam bukunya Truth; Problem in Philosophy, menyatakan teori kebenaran tradisional lainnya adalah teori kebenarn pragmatik. Paham pragmatik sesungguhnya merupakan pandangan filsafat kontemporer karena paham ini baru berkembang pada akhir abad XIX dan aw al abad XX oleh tiga filusuf Amerika yaitu C.S Pierce, Wiliam James, dan john Dewey. Menurut paham ini White lebih lanjut menyatakan bahwa: 
".....  an idea --a term used loosly by these philosophers to cover any "opinion, belif, statement, or what not"--is an instrument with a paticuler function. A true ideas is one which fulfills its function, which works; a false ideas is one does not."
Pragmatik atau Pragmatisme adalah ajaran mengenai pengertian, a theory of meaning, ajaran mengenai pengertian, secara pragmatik di definisikan sebagai berikut :
"Jika saya bertindak pada objek A,
Tindakan itu dilaksanakan dengan cara X,
Maka panca indera saya akan mengalami Y."
Jika kita terapkan difenisi diatas, dengan menyebut objek A dalam bentuk istilah atau nama, katakanlah "pohon". Maka rumus itu akan menjadi :
"Jika saya menjama batang pohon, maka saya akan merasakan sesuatu yang kasar" atau "keras".
Andaikata peristiwa terjadi pada musim panas:
"Jika saya berdiri diatas pohon, maka saya akan merasakan keteduhan".
Maka pragmatisme merupakan ajaran tentang pengertian, ialah pengertian suatu istilah yang terjadi okeh karena sikap dan pengalaman.
Ada 3 patokan yang di setujui aliran pragmatik yaitu:
              1.      Menolak segala intelektualisme                                          
2.      Aktualisme
3.      Meremehkan logika formal

Ø  Kriteria Kebenaran Pragmatik
    Jadi menurut pandangan teori ini bahwa suatu proposisi bernilai benar bila proposisi ini mempunyai konsekuensi-konsekuensi praktis seperti yang terdapat secara inheren dalam pernyataan itu sendiri. Karena setiap pernyataan selalu selalu terikat pada hal-hal yang bersifat praktis, maka tiada kebenran yang bersifat mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal, sebab pengalaman itu berjalan terus dan segala yang dianggap benar dalam perkembangannya pengalaman itu senatiasa berubah. Hal itu karena dalam prakteknya apa yang dianggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutmya. Atau dengan kata lain bahwa suatu pengertian itu tak pernah benar melainkan hanya dapat menjadi benar kalau saja dapat dimanfaatkan  praktis.
Contohnya Ahmad ingin menjadi pengurus di sebuah organisasi politik, karena bisa untuk menambah harta kekayaan, Ahmad bersifat pragmatis, arttinya dia mau masuk ke pengurusan organisasi politik karena ada manfaatnya bagi dirinya yaitu bisa menambah harta kekayaan.